Hendardi: Kasus Rizieq Mau Dibawa Ke Pengadilan Internasional Yang Mana???
Komentar Pers, Hendardi, Ketua SETARA Institute, 20/5:
1. Sebagai warga negara Rizieq Shihab (RS) seharusnya taat hukum untuk memenuhi panggilan kepolisian. Apalagi pemeriksaan terhadap RS ditujukan untuk membuat terang benderang suatu tindak pidana. Pemeriksaan tidak selalu berujung pada status tersangka. Karena itu, sebagai pimpinan salah satu ormas, RS harus memberikan keteladanan dengan memenuhi panggilan Polri.
2. Pernyataan pengacara RS yang akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional adalah tindakan yang sia-sia dan out of context karena mekanisme internasional didesain hanya untuk mengadili perkara-perkara spesifik dan dengan mekanisme khusus.
3. Mesti dipelajari dan lalu dipahami, ada dua mekanisme hukum internasional, International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC). ICJ mengadili sengketa antar negara atau badan hukum international seperti entitas bisnis. Jadi subyek hukumnya adalah entitas tertentu, bisa negara bisa juga non negara. Seperti sengketa perbatasan atau sengketa bisnis internasional. Dengan kata lain, ICJ adalah peradilan perdata internasional. Klaim kriminalisasi atas RS jelas bukan merupakan kompetensi ICJ.
4. Sedangkan ICC, mengadili 4 jenis kejahatan universal, genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang memenuhi standar sistematis, terstruktur, massif, dan meluas. Jadi, kasus dugaan pornografi dan penyebaran konten pornografi jelas bukan kompetensi ICC. Apalagi ICC yang dibentuk berdasarkan Statuta Roma menuntut adanya ratifikasi dari negara-negara; dan Indonesia belum meratifikasinya. Jadi mau dibawa ke pengadilan internasional yang mana kasus RS ini oleh pengacara-pengacaranya?
5. Kalaupun kemudian dibawa ke PBB (Dewan HAM), mekanismenya juga tidak mudah, karena yang bisa membawanya adalah organisasi yang memiliki akreditasi status konsultatif. Lagipula sejumlah kasus yang dituduhkan kepada Rizieq Shihab adalah kasus asusila (pornografi) sampai penistaan. Sesuatu yang tidak memiliki dampak signifikan internasional. Juga jangan lupa PBB menegaskan bahwa mekanisme internasional adalah the last resort atau upaya terakhir. Setiap kasus yang diduga berkaitan dengan pelanggaran kebebasan harus diselesaikan melalui proses hukum nasional yang kredibel terlebih dahulu. Sementara untuk kasus RS, jangankan proses pengadilan, diminta menjadi saksi saja sudah menghilang dan tidak kooperatif dengan bermacam alasan yg tidak logis.
6. Jadi upaya para pengacaranya untuk bertolak ke Genewa atau Den Haag adalah upaya sia-sia tanpa pengetahuan tentang mekanisme internasional yang memadai. Andaipun mereka sampai di PBB atau Mahkamah Internasional bisa saja diterima sampai tingkat security (satpam) atau reception (Biro Umum) tercatat sebagai tamu kunjungan biasa atau turis.
1. Sebagai warga negara Rizieq Shihab (RS) seharusnya taat hukum untuk memenuhi panggilan kepolisian. Apalagi pemeriksaan terhadap RS ditujukan untuk membuat terang benderang suatu tindak pidana. Pemeriksaan tidak selalu berujung pada status tersangka. Karena itu, sebagai pimpinan salah satu ormas, RS harus memberikan keteladanan dengan memenuhi panggilan Polri.
2. Pernyataan pengacara RS yang akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional adalah tindakan yang sia-sia dan out of context karena mekanisme internasional didesain hanya untuk mengadili perkara-perkara spesifik dan dengan mekanisme khusus.
3. Mesti dipelajari dan lalu dipahami, ada dua mekanisme hukum internasional, International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC). ICJ mengadili sengketa antar negara atau badan hukum international seperti entitas bisnis. Jadi subyek hukumnya adalah entitas tertentu, bisa negara bisa juga non negara. Seperti sengketa perbatasan atau sengketa bisnis internasional. Dengan kata lain, ICJ adalah peradilan perdata internasional. Klaim kriminalisasi atas RS jelas bukan merupakan kompetensi ICJ.
4. Sedangkan ICC, mengadili 4 jenis kejahatan universal, genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang memenuhi standar sistematis, terstruktur, massif, dan meluas. Jadi, kasus dugaan pornografi dan penyebaran konten pornografi jelas bukan kompetensi ICC. Apalagi ICC yang dibentuk berdasarkan Statuta Roma menuntut adanya ratifikasi dari negara-negara; dan Indonesia belum meratifikasinya. Jadi mau dibawa ke pengadilan internasional yang mana kasus RS ini oleh pengacara-pengacaranya?
5. Kalaupun kemudian dibawa ke PBB (Dewan HAM), mekanismenya juga tidak mudah, karena yang bisa membawanya adalah organisasi yang memiliki akreditasi status konsultatif. Lagipula sejumlah kasus yang dituduhkan kepada Rizieq Shihab adalah kasus asusila (pornografi) sampai penistaan. Sesuatu yang tidak memiliki dampak signifikan internasional. Juga jangan lupa PBB menegaskan bahwa mekanisme internasional adalah the last resort atau upaya terakhir. Setiap kasus yang diduga berkaitan dengan pelanggaran kebebasan harus diselesaikan melalui proses hukum nasional yang kredibel terlebih dahulu. Sementara untuk kasus RS, jangankan proses pengadilan, diminta menjadi saksi saja sudah menghilang dan tidak kooperatif dengan bermacam alasan yg tidak logis.
6. Jadi upaya para pengacaranya untuk bertolak ke Genewa atau Den Haag adalah upaya sia-sia tanpa pengetahuan tentang mekanisme internasional yang memadai. Andaipun mereka sampai di PBB atau Mahkamah Internasional bisa saja diterima sampai tingkat security (satpam) atau reception (Biro Umum) tercatat sebagai tamu kunjungan biasa atau turis.
Komentar
Posting Komentar