Teroris, ISIS, Lone Wolf & Leaderless Jihad, Muslim Cyber Army : Serupa Tapi Tak Sama
Berita Indosiar - Ancaman Terorisme di Indonesia kian kronis dan menggila, polisi usai shalat pun menjadi sasaran serangan terorisme di Masjid Falatehan dekat Mabes Polri pada 30 Juni lalu.
Sebagaimana disampaikan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo penusukan dua anggota Brimob Polri selesai melaksanakan shalat mengerikan dan aksi terorisme sudah menggila, padahal shalat adalah sakral dalam Islam, saat apel pagi bersama jajaran Staf Kementerian Dalam Negeri, di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin, (3/7/17).
Terorisme di Indonesia biasanya terkait dengan jaringan terorisme Dunia Internasional seperti Al-Qaeda dan ISIS, namun ada juga terorisme yang disebut dengan Lone Wolf (serigala tunggal).
Secara terminologi Lone Wolf adalah kejahatan terorisme untuk memberikan dukungan terhadap ideologi, gerakan, dan kelompok tertentu namun pelakunya pejuang tunggal tidak terkait dengan organisasi lainnya. Mulyadi pelaku penusukan terhadap dua anggota Brimob usai Shalat itu dapat dikategorikan sebagai terorisme secara Lone Wolf, 30 Juni yang lalu.
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Rikwanto menjelaskan “Mulyadi melakukan aksi ini lantaran termotivasi dari maraknya materi-materi yang diunggah dalam grup-grup telegram radikal tentang amaliyah dengan modus penusukan kepada anggota Polri secara Lone Wolf”, Minggu (2/7/17).
Sementara itu maraknya materi radikal yang di unggah dalam media sosial itu oleh kelompok yang menamakan Muslim Cyber Army, Muslim Cyber Bersatu, dan sempalan-sempalannya.
Kegiatan mereka setiap hari menghujat pemerintah termasuk polisi dan menebar kebencian, sehingga banyak masyarakat yang pengetahuannya terbatas terpengaruh.
Kejadian terkini, adanya pemasangan bendera ISIS di Polsek Kebayoran Lama, Selasa (4/7/17) sekaligus ada pesan dalam botol aqua dalam karton kuning yang salah satunya memuat tulisan:
"Wahai para Anshor, Thogut Polri, TNI, Banser, Densus, dan para antek-antek laknatulloh, bertobatlah kalian dari jalan yg menyesatkan itu, berhentilah kalian menyembah dan melindungi berhala yg kalian banggakan, yg kalian sebut dengan nama Pancasila najis itu yg telah menggantikan hukum Allah dengan hukum jahiliyah yg telah kalian buat, Sadarlah kalian sesungguhnya kalian berperang di barisan Thogut, dan kami berperang di barisan iman”.
Tulisan-tulisan ini bukan kali ini saja ditemukan di Polsek Kebayoran Lama, namun kita dapat temukan setiap hari di Group-Group WA atau jejaring virtual lainnya sebagai sarana Muslim Cyber Army (MCA) dan Muslim Cyber Bersatu (MCB) serta sempalannya untuk mempengaruhi masyarakat agar membeci pemerintah dan aparatnya.
Apalagi gerakan mereka masif setelah mendengar seruan Sang Imam Besar yang mendukung perjuangan ISIS untuk Khilafahnya, sampai-sampai MCA dan MCB serta sempalannya menuduh aksi terorisme di Kampung Melayu dan di Masjid Faletehan adalah buatan Polri dan Pimpinannya tega mengorbankan anak buahnya.
Orang awan dan orang yang tidak jeli, akan sangat terpengaruh dengan bahasa atau opini yang dibuat oleh mereka dan menjadikan seseorang sebagai Lone Wolf atau Leaderless Jihad (Jihad tanpa pemimpin).
Selanjutnya, lama-kelamaan masyarakat akan menganggap bahwa terorisme bukan suatu ancaman terhadap negeri ini, karena mereka fokus terhadap seruan dari MCA dan MCB serta sempalan-sempalannya sekaligus membenci pemerintah.
Apapun istilah dan terminologi yang dipakai dan menempel, tetap saja ujungnya menimbulkan ketakutan dan kecemasan di masyarakat sesuai arti hakiki dari teror yaitu dari bahasa latin “Terrere, yang berarti “gemetar” atau “menggetarkan” atau juga "menakutkan".
Komentar
Posting Komentar